BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Politik
adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara
lain berwujud pada proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Dengan
berpolitik seseorang dapat mempengaruhi orang lain dan untuk memperoleh
kekuasaan. Berpolitik kadang diartikan sebagai sesuatu yang negatif karena
dalam praktik politik itu sendiri banyak menggunakan strategi atau hal-hal yang
negatif. Dalam mempelajari politik hendaknya juga mempelajari filsafat politik,
dalam filsafat politik akan membahas politik secara mendalam, mendasar untuk
mendapatkan kebenaran sejati, substansial, esensial dan hakiki.
Filsafat
politik juga membahas tatanan politik yang baik dan jujur secara moral. Tetapi
pada masa sekarang politik berkaitan dengan korupsi, karena pelaku tindak
pidana korupsi kebanyakan dari kalangan politisi. Oleh karena itu kadang
politik dianggap sesuatu yang negatif dan ladangnya pelaku korupsi, maka dalam
makalah ini kami akan membahas mengenai filsafat politik dan korupsi.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa
yang dimaksud dengan filsafat politik?
2. Apa
yang dimaksud dengan korupsi?
3. Bagaimana
hubungan filsafat politik dengan korupsi?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk
mengetahui pengertian filsafat politik.
2. Untuk
mengetahui pengertian korupsi.
3. Untuk
mengetahui hubungan filsafat politik dengan korupsi.
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Filsafat Politik
Istilah filsafat berasal dari bahasa
yunani yang terdiri dari dua kata yaitu philo dan sophia. Dua kata ini
mempunyai arti masing-masing. Philo berarti cinta dalam arti lebih luas atau
umum yaitu keinginan, kehendak. Sedangkan Sophia mempunyai arti hikmah,
kebijaksanaan, dan kebenaran. Jadi, secara etimologis, filsafat dapat diartikan
sebagai cinta akan kebijaksanaan. Politik adalah proses pembentukan dan
pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud pada proses
pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Politik juga sering dikaitkan
dengan hal penyelenggaraan pemerintahan dan negara. Yang menyelenggarakannya
bukan rakyat, tetapi pemerintahan yang berkuasa. Hanya saja partisipasi rakyat
sangat diharapkan. Tujuannya agar kerja pemerintahan dapat terlaksana dengan
baik. Percuma suatu pemerintahan menyelenggarakan negara tanpa dukungan dari
rakyat.
Menurut Plato, filsafat politik
adalah upaya untuk membahas dan menguraikan berbagai segi kehidupan manusia
dalam hubungannya dengan negara. Ia menawarkan konsep pemikiran tentang manusia
dan negara yang baik dan ia juga mempersoalkan cara yang harus ditempuh untuk
mewujudkan konsep pemikiran. Bagi Plato, manusia dan negara memiliki persamaan
hakiki. Oleh karena itu, apabila manusia baik negara pun baik dan apabila
manusia buruk negara pun buruk. Apabila negara buruk berarti manusianya juga
buruk, artinya negara adalah cerminan manusia yang menjadi warganya.
Menurut Machiavelli, filsafat
politik adalah ilmu yang menuntut pemikiran dan tindakan yang praktis serta
konkrit terutama berhubungan dengan negara. Baginya, negara harus menduduki
tempat yang utama dalam kehidupan penguasa. Negara harus menjadi kriteria
tertinggi bagi akivitas sang penguasa. Negara harus dilihat dalam dirinya tanpa
harus mengacu pada realitas apa pun di luar negara.
Sedangkan Agustinus, filsafat
politik adalah pemikiran-pemikiran tentang negara. Menurutnya negara dibagi 2
(dua) yaitu negara Allah (civitas dei) yang dikenal dengan negra surgawi
“kerajaan Allah, dan negara sekuler yang dikenal dengan negara duniawi (civitas
terrena). Kehidupan di dalam Negara Allah diwarnai dengan iman, ketaatan, dan
kasih Allah. Sedangkan Negara Sekuler “duniawi”, menurutnya identik dengan
negara cinta pada diri sendiri atau cinta egois ketidakjujuran, pengmbaran hawa
nafsu, keangkuhan, dosa, dan lain-lain.
Maka pengetian Filsafat Politik
adalah suatu upaya untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan politik
secara sistematis, logis, bebas, mendalam, serta menyeluruh. Filsafat Politik
berarti pemikiran-pemikiran yang berkaitan tentang politik. Bidang politik
merupakan tempat menerapkan ide filsafat. Ada berbagai macam ide-ide filsafat
yang ikut mendorong perkembangan politik modern yaitu liberalisme, komunisme,
pancasila, dan lain-lain.
2.
Pengertian
Korupsi
Korupsi
dan koruptor berasal dari bahasa latin corruptus, yakni berubah dari kondisi
yang adil, benar dan jujur menjadi kondisi yang sebaliknya (Azhar, 2003:28).
Sedangkan kata korupsi
berasal dari bahasa latin, corruptio berasal dari
kata kerja corrumpere, yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik,
menyogok, orang yang dirusak, dipikat, atau disuap (Nasir, 2006:281-282).
Menurut Dr.
Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang
dan jabatan guna mengeduk keuntungan, dan merugikan kepentingan umum.
Korupsi menurut Huntington (1968)
adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang diterima
oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi
kepentingan pribadi. Maka dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang
yang merugikan negara dan
masyarakat luas dengan berbagai macam modus.
Menurut
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang
termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah: "Setiap orang yang
dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri,
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya
karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara."
Secara
umum, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk
keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah, pemerintahan rentan korupsi dalam
prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk
penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai
dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi
adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di
mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Dari sudut pandang
hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai
berikut:
· Perbuatan
melawan hukum,
· Kewenangan,
kesempatan, atau sarana,
· Memperkaya
diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
· Merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara.
Jenis
tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah
·
Memberi atau menerima hadiah atau janji
(penyuapan),
·
Penggelapan dalam jabatan,
·
Pemerasan dalam jabatan,
·
Ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai
negeri/penyelenggara negara), dan
·
Menerima gratifikasi (bagi pegawai
negeri/penyelenggara negara).
3.
Hubungan
Filsafat Politik dengan Korupsi
Korupsi
telah lama menghiasi tatanan perpolitikan Indonesia. Korupsi adalah tindakan
kejahatan yang bisa memiskinkan Negara. Ia sama dengan kasus kerah putih
lainnya. Korupsi adalah bahaya bagi ketahanan Negara karena ikut mereduksinya
ekonomi Negara.
Dalam
artian terbatas korupsi hanyalah terbatas pada persoalan skala besar tetapi
sebenarnya korupsi bermakna luas yang mencakup pada keburukan, suka memberi dan
menerima sogok, penyelewengan wewenang dan penggelapan uang. Ada juga korupsi
waktu yang terlalu banyak mensia siakan kesempatan. Alasan fundamental mengapa
korupsi selalu diartikan dalam skala makro adalah karena melihat pada besaran
dampak atau efek yang dihasilkan oleh tindakan korupsi. Bahaya korupsi
sebenarnya bukan hanya mengancam perekonomian tetapi menghilangnya moral sabagi
sandaran nilai masyarakat.
Korupsi
dan politik merupakan dua sahabat yang bisa berubah menjadi hubungan yang bisa
berubah menjadi musuh. Dikatakan sahabat karena korupsi sangat penting untuk
melanggengkan kekuasaan. Ketika penguasa merasa bahwa tidak cukup untuk
mempertahankan tampuk kepemimpinan dengan cara yang bersih maka cara kotor pun
mulai di tempuh. Konspirasi negative pun akan tercipta dan banyak orang yang
lebih bekerja sama untuk kerja kotor ketimbang kerja bersih. Selain itu korupsi
juga bisa memberikan keuntungan positif bagi politik ketika dana untuk
membiayai operasional kerja semakin berkurang maka korupsi dijadikan pilihan
jitu untuk menutupi kekurangan itu.
Korupsi
bisa juga berbentuk kerja yang sistematik karena melibatkan banyak orang.
Menciptakan system kerja dengan peranan perannan tertentu tetapi organisasi
dalam konspirasi korupsi sangat fatal ketika seseorang terdeteksi oleh pihak
berwenang. Satu jaringan terbongkar maka memungkinkan untuk terbongkarnya semua
jaringan yang ada dalam organisasinya. Saat itu korupsi menjadi musuh yakni
ketika memakan tuannya sendiri. Sehingga berlaku pribahasa senjata makan tuan.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
a.
Simpulan
Filsafat Politik adalah suatu upaya
untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan politik secara sistematis,
logis, bebas, mendalam, serta menyeluruh. Sedangkan pengertian dari korupsi
adalah perbuatan curang yang merugikan negara dan
masyarakat luas dengan berbagai macam modus yang bertujuan memperkaya dirinya sendiri. Maka hubungan
antara filsafat politik dan korupsi merupakan dua sahabat
yang bisa berubah menjadi hubungan yang bisa berubah menjadi musuh. Dikatakan
sahabat karena korupsi sangat penting untuk melanggengkan kekuasaan. Ketika
penguasa merasa bahwa tidak cukup untuk mempertahankan tampuk kepemimpinan
dengan cara yang bersih maka cara kotor pun mulai di tempuh. Konspirasi
negative pun akan tercipta dan banyak orang yang lebih bekerja sama untuk kerja
kotor ketimbang kerja bersih. Selain itu korupsi juga bisa memberikan
keuntungan positif bagi politik ketika dana untuk membiayai operasional kerja
semakin berkurang maka korupsi dijadikan pilihan jitu untuk menutupi kekurangan
itu.
b.
Saran
Sebaiknya
kita sebagai manusia yang bermartabat menghindari perbuatan korupsi, bukan
hanya merugikan masyarakat luas tetapi juga akan merugikan diri sendiri
nantinya.
DAFTAR PUSTAKA
Azhar, Muhammad. 2003. Pendidikan Antikorupsi.
Yogyakarta: LP3 UMY, Partnership, Koalisis Antarumat Beragama untuk
Antikorupsi.
Nasir, Ridwan. 2006. Dialektika Islam dengan Problem Kontemporer.
IAIN Press & LKiS.
McLaren,
P. 2004. Critical Theory in Education: Power. Politics and Liberation.
Graduate School of Education and Information Studies: Los Angeles.
Perry,
R.B. 1912. Present Philosophical
Tendencies: A Critical Survey ofNaturalism Idealism Pragmatism and Realism
Together with a Synopsis of thePilosophy of William James. New York:
Longmans Green and Co.
Suyahmo. 2014. Filsafat Politik. Yogyakarta: Magnum Pustaka Utama.
Undang-Undang
No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.